Minggu, 01 Mei 2011

1. Pengertian
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium
tubeculosis.
2. Etiologi
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikrobakterium
tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang
1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid).
Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap
gangguan kimia dan fisik.
Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan
bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat
dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan
tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa
kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini
tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian
apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis.
Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi penting saluran pernapasan. Basil
mikrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet
infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon) selanjutnya menyebar
kekelenjar getah bening setempat dan terbentuklah primer kompleks (ranke). keduanya
dinamakan tuberkulosis primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar akan
mengalami penyembuhan. Tuberkulosis paru primer, peradangan terjadi sebelum tubuh
mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium. Tuberkulosis yang
kebanyakan didapatkan pad usia 1-3 tahun. Sedangkan yang disebut tuberkulosis post
primer (reinfection) adalah peradangan jaringan paru oleh karena terjadi penularan ulang
yang mana di dalam tubuh terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil tersebut.
3. Proses Penularan
Tuberkulosis tergolong airborne disease yakni penularan melalui droplet nuclei yang
dikeluarkan ke udara oleh individu terinfeksi dalam fase aktif. Setiapkali penderita ini
batuk dapat mengeluarkan 3000 droplet nuclei. Penularan umumnya terjadi di dalam
ruangan dimana droplet nuclei dapat tinggal di udara dalam waktu lebih lama. Di bawah
sinar matahari langsung basil tuberkel mati dengan cepat tetapi dalam ruang yang gelap
lembab dapat bertahan sampai beberapa jam. Dua faktor penentu keberhasilan pemaparan
Tuberkulosis pada individu baru yakni konsentrasi droplet nuclei dalam udara dan
panjang waktu individu bernapas dalam udara yang terkontaminasi tersebut di samping
daya tahan tubuh yang bersangkutan.
Di samping penularan melalui saluran pernapasan (paling sering), M. tuberculosis juga
dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit
(lebih jarang).
4. Insiden
Penyakit tuberkulosis adalah penyakit yang sangat epidemik karena kuman
mikrobakterium tuberkulosa telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Program
penaggulangan secara terpadu baru dilakkan pada tahun 1995 melalui strategi DOTS
(directly observed treatment shortcourse chemoterapy), meskipun sejak tahun 1993 telah
dicanangkan kedaruratan global penyakit tuberkulosis. Kegelisahan global ini didasarkan
pada fakta bahwa pada sebagian besar negara di dunia, penyakit tuberkulosis tidak
terkendali, hal ini disebabkan banyak penderita yang tidak berhasil disembuhkan,
terutama penderita menular (BTA positif).
Pada tahun 1995, diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar sembilan juta penderita dengan
kematian tiga juta orang (WHO, 1997). Di negara-negara berkembang kematian karena
penyakit ini merupakan 25 % dari seluruh kematian, yang sebenarnya dapat dicegah.
Diperkirakan 95 % penyakit tuberkulosis berada di negara berkembang, 75 % adalah
kelompok usia produktif (15-50 tahun). Tuberkulosis juga telah menyebabkan kematian
lebih banyak terhadap wanita dibandingkan dengan kasus kematian karena kehamilan,
persalinan dan nifas.
Di indonesia pada tahun yang sama, hasil survey kesehatan rumah tangga (SKRT)
menunjukkan bahwa penyakit tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor tiga
setelah penyakit jantung dan penyakit infeksi saluran pernapasan pada semua kelompok
usia, dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. WHO memperkirakan setiap tahun
menjadi 583.000 kasus baru tuberkulosis dengan kematian sekitar 140.000. secara kasar
diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130 penderita baru tuberkulosis
dengan BTA positif.
5. Anatomi dan Fisiologi
Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, farinx, larinx
trachea, bronkus, dan bronkiolus. Hidung ; Nares anterior adalah saluran-saluran di
dalam. rongga hidung. Saluran-saluran itu bermuara ke dalam bagian yang dikenal
sebagai vestibulum. (rongga) hidung. Rongga hidung dilapisi sebagai selaput lendir yang
sangat kaya akan pembuluh darah, dan bersambung dengan lapisan farinx dan dengan
selaput lendir sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam. rongga hidung. Farinx
(tekak) ; adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya
dengan oesopagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka ‘letaknya di belakang
larinx (larinx-faringeal).
Laringx (tenggorok) terletak di depan bagian terendah farinx yang mernisahkan dari
columna vertebrata, berjalan dari farinx. sampai ketinggian vertebrata servikals dan
masuk ke dalarn trachea di bawahnya. Larynx terdiri atas kepingan tulang rawan yang
diikat bersama oleh ligarnen dan membran.
Trachea atau batang tenggorok kira-kira 9 cm panjangnya trachea berjalan dari larynx
sarnpai kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini bercabang
mcnjadi dua bronckus (bronchi). Trachea tersusun atas 16 - 20 lingkaran tak- lengkap
yang berupan cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang
melengkapi lingkaran disebelah belakang trachea, selain itu juga membuat beberapa
jaringan otot.
Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebrata
torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh.jenis sel
yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan kesamping ke arah tampuk paru.
Bronckus kanan lebih pendek dan lebih lebar daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi darl
arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut
bronckus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan,
dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelurn di belah menjadi beberapa cabang yang
berjalan kelobus atas dan bawah.
Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus lobaris dan
kernudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronchus
yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus terminalis, yaitu
saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara). Bronkhiolus
terminalis memiliki garis tengah kurang lebih I mm. Bronkhiolus tidak diperkuat oleh
cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah.
Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkbiolus terminalis disebut saluran
penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat
pertukaran gas paru-paru.
Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkhiolus dan respiratorius
yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus
alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveoilis dan sakus alveolaris terminalis merupakan
akhir paru-paru, asinus atau.kadang disebut lobolus primer memiliki tangan kira-kira 0,5
s/d 1,0 cm. Terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea sampai Sakus
Alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn.
Paru-paru terdapat dalam rongga thoraks pada bagian kiri dan kanan. Dilapisi oleh pleura
yaitu parietal pleura dan visceral pleura. Di dalam rongga pleura terdapat cairan surfaktan
yang berfungsi untuk lubrikai. Paru kanan dibagi atas tiga lobus yaitu lobus superior,
medius dan inferior sedangkan paru kiri dibagi dua lobus yaitu lobus superior dan
inferior. Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung pembuluh limfe,
arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar, sakkus alveolar dan alveoli.
Diperkirakan bahwa stiap paru-paru mengandung 150 juta alveoli, sehingga mempunyai
permukaan yang cukup luas untuk tempat permukaan/pertukaran gas.
Proses fisiologi pernafasan dimana 02 dipindahkan dari udara ke dalam jaringan-jaringan,
dan C02 dikeluarkan keudara ekspirasi dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium
pertama adalah ventilasi yaitu masuknya campuran gas-gas ke dalam dan keluar paruparu.
karena ada selisih tekanan yang terdapat antara atmosfer dan alveolus akibat kerja
mekanik dari otot-otot. Stadium kedua, transportasi yang terdiri dan beberapa aspek yaitu
: (1) Difusi gas antara alveolus dan kapiler paru-paru (respirasi eksternal) dan antara
darah sistemik dan sel.-sel jaringan (2) Distribusi darah dalam sirkulasi pulmonal dan
penyesuaiannya dengan distribusi udara dalam alveolus. (3) Reaksi kimia dan fisik dari
02 dan C02 dengan darah respimi atau respirasi interna menipak-an stadium akhir dari
respirasi, yaitu sel dimana metabolik dioksida untuk- mendapatkan energi, dan C02
terbentuk sebagai sampah proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru-paru (4)
Transportasi, yaitu. tahap kcdua dari proses pemapasan mencakup proses difusi gas-gas
melintasi membran alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 urn). Kekuatan
mendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase
gas. (5) Perfusi, yaitu pemindahan gas secara efektif antara. alveolus dan kapiler paruparu
membutuhkan distribusi merata dari udara dalam paru-paru dan perfusi (aliran
darah) dalam kapiler dengan perkataan lain ventilasi dan perfusi. dari unit pulmonary
harus sesuai pada orang normal dengan posisi tegak dan keadaan istirahat maka ventilasi
dan perfusi hampir seimbang kecuali pada apeks paru-paru.
Secara garis besar bahwa Paru-paru memiliki fungsi sebagai berikut:
(1) Terdapat permukaan gas-gas yaitu mengalirkan Oksigen dari udara atmosfer kedarah
vena dan mengeluarkan gas carbondioksida dari alveoli keudara atmosfer. (2) menyaring
bahan beracun dari sirkulasi (3) reservoir darah (4) fungsi utamanya adalah pertukaran
gas-gas
5. Patofisiologi
Port de’ entri kuman microbaterium tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran
pencernaan, dan luka terbuka pada kulit, kebanyakan infeksi tuberculosis terjadi melalui
udara (air borne), yaitu melalui inhalasi droppet yang mengandung kuman-kuman basil
tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi.
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi terdiri dari satu
sampai tiga gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan
cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang
alveolus biasanya di bagian bawah lobus atau paru-paru, atau di bagian atas lobus bawah.
Basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak
pada tempat tersebut dan memfagosit bacteria namun tidak membunuh organisme
tersebut. Sesudah hari-hari pertama maka leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang
terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia
seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau
proses dapat juga berjalan terus, dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak di
dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar bening regional.
Makrofag yang mengadakan infiltrasi mcajadi lebih panjang dan sebagian bersatu
sehingga membentuk sel tuberkel epiteloit, yang dikelilingi oleh fosit. Reaksi ini
biasanya membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari.
6. Manifestasi Klinik
Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit yang mempunyai
banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti
lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga
diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik.
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala
sistemik:
1. Gejala respiratorik, meliputi:
a. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan.
Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah
ada kerusakan jaringan.
b. Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau
bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak.
Batuk darak terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah
tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
c. Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal
yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.
d. Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila
sistem persarafan di pleura terkena.
2. Gejala sistemik, meliputi:
a. Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip
demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang
masa bebas serangan makin pendek.
b. Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta
malaise.
Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi
penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul
menyerupai gejala pneumonia.
Gejala klinis Haemoptoe:
Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring dengan cara membedakan ciriciri
sebagai berikut :
1. Batuk darah
a. Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan
b. Darah berbuih bercampur udara
c. Darah segar berwarna merah muda
d. Darah bersifat alkalis
e. Anemia kadang-kadang terjadi
f. Benzidin test negatif
2. Muntah darah
a. Darah dimuntahkan dengan rasa mual
b. Darah bercampur sisa makanan
c. Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung
d. Darah bersifat asam
e. Anemia seriang terjadi
f. Benzidin test positif
3. Epistaksis
a. Darah menetes dari hidung
b. Batuk pelan kadang keluar
c. Darah berwarna merah segar
d. Darah bersifat alkalis
e. Anemia jarang terjadi
6. Test Diagnostik
Foto thorax PA dengan atau tanpa literal merupakan pemeriksaan radiology standar. Jenis
pemeriksaan radiology lain hanya atas indikasi Top foto, oblik, tomogram dan lain-lain.
Karakteristik radiology yang menunjang diagnostik antara lain :
a. Bayangan lesi radiology yang terletak di lapangan atas paru.
b. Bayangan yang berawan (patchy) atau berbercak (noduler)
c. Kelainan yang bilateral, terutama bila terdapat di lapangan atas paru
d. Bayang yang menetap atau relatif menetap setelah beberapa minggu
e. Bayangan bilier
Pemeriksaan Bakteriologik (Sputum) ; Ditemukannya kuman micobakterium TBC dari
dahak penderita memastikan diagnosis tuberculosis paru.
Pemeriksaan biasanya lebih sensitive daripada sediaan apus (mikroskopis). Pengambilan
dahak yang benar sangat penting untuk mendapatkan hasil yang sebaik-baiknya. Pada
pemeriksaan pertama. sebaiknya 3 kali pemeriksaan dahak. Uji resistensi harus dilakukan
apabila ada dugaan resistensi terhadap pengobatan.
Pemeriksaan sputum adalah diagnostik yang terpenting dalam prograrn pemberantasan
TBC paru di Indonesia.
8. Klasifikasi
Klasifikasi TB Paru dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik, radiologik dan
riwayat pengobatan sebelumnya. Klasifikasi ini penting karena merupakan salah satu
faktor determinan untuk menetapkan strategi terapi.
Sesuai dengan program Gerdunas P2TB klasifikasi TB Paru dibagi sebagai berikut:
a. TB Paru BTA Positif dengan kriteria:
1. Dengan atau tanpa gejala klinik
2. BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali disokong biakan
positif satu kali atau disokong radiologik positif 1 kali.
3. Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.
b. TB Paru BTA Negatif dengan kriteria:
1. Gejala klinik dan gambaran radilogik sesuai dengan TB Paru aktif
2. BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik positif.
c. Bekas TB Paru dengan kriteria:
a. Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negatif
b. Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.
c. Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan serial foto yang tidak
berubah.
d. Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih mendukung).
9. Penanganan Medik
Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga mencegah
kematian, mencegsah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata
rantai penularan.
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase
lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat
tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah
Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedang jenis obat tambahan
adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat
Rifampisin/INH.
Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu berdasarkan
lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan bakteriologik, hapusan
dahak dan riwayat pengobatan sebelumnya. Di samping itu perlu pemahaman tentang
strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai Directly Observed Treatment Short
Course (DOTS) yang direkomendasikan oleh WHO yang terdiri dari lima komponen
yaitu:
1. Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam
penanggulangan TB.
2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung sedang
pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur dapat
dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut.
3. Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung
oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan pertama dimana
penderita harus minum obat setiap hari.
4. Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup.
5. Pencatatan dan pelaporan yang baku.
B. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Data-data yang perlu dikaji pada asuhan keperawatan dengan Tuberkulosis paru
(Doengoes, 2000) ialah sebagai berikut :
1. Riwayat PerjalananPenyakit
a. Pola aktivitas dan istirahat
Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas pendek), sulit
tidur, demam, menggigil, berkeringat pada malam hari.
Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak (tahap, lanjut; infiltrasi
radang sampai setengah paru), demam subfebris (40 -410C) hilang timbul.
b. Pola nutrisi
Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan.
Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub kutan.
c. Respirasi
Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada.
Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent, mukoid
kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah,
kasar di daerah apeks paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan
pleural), sesak napas, pengembangan pernapasan tidak simetris (effusi pleura.), perkusi
pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).
d. Rasa nyaman/nyeri
Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa timbul
bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis.
e. Integritas ego
Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/tak ada harapan.
Objektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah tersinggung.
2. Riwayat Penyakit Sebelumnya:
a. Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh.
b. Pernah berobat tetapi tidak sembuh.
c. Pernah berobat tetapi tidak teratur.
d. Riwayat kontak dengan penderita Tuberkulosis Paru.
e. Daya tahan tubuh yang menurun.
f. Riwayat vaksinasi yang tidak teratur.
3. Riwayat Pengobatan Sebelumnya:
a. Kapan pasien mendapatkan pengobatan sehubungan dengan sakitnya.
b. Jenis, warna, dosis obat yang diminum.
c. Berapa lama. pasien menjalani pengobatan sehubungan dengan penyakitnya.
d. Kapan pasien mendapatkan pengobatan terakhir.
4. Riwayat Sosial Ekonomi:
a. Riwayat pekerjaan. Jenis pekerjaan, waktu dan tempat bekerja, jumlah penghasilan.
b. Aspek psikososial. Merasa dikucilkan, tidak dapat berkomunikisi dengan bebas,
menarik diri, biasanya pada keluarga yang kurang marnpu, masalah berhubungan dengan
kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang lama dan biaya yang banyak, masalah
tentang masa depan/pekerjaan pasien, tidak bersemangat dan putus harapan.
5. Faktor Pendukung:
a. Riwayat lingkungan.
b. Pola hidup.
Nutrisi, kebiasaan merokok, minum alkohol, pola istirahat dan tidur, kebersihan diri.
c. Tingkat pengetahuan/pendidikan pasien dan keluarga tentang penyakit, pencegahan,
pengobatan dan perawatannya.
6. Pemeriksaan Diagnostik:
a. Kultur sputum: Mikobakterium Tuberkulosis positif pada tahap akhir penyakit.
b. Tes Tuberkulin: Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm terjadi 48-72
jam).
c. Poto torak: Infiltnasi lesi awal pada area paru atas ; Pada tahap dini tampak gambaran
bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas ; Pada kavitas bayangan, berupa
cincin ; Pada kalsifikasi tampak bayangan bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.
d. Bronchografi: untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan paru karena TB paru.
e. Darah: peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED).
f. Spirometri: penurunan fuagsi paru dengan kapasitas vital menurun.
3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang lazim terjadi pada klien dengan Tuberkulosis paru adalah
sebagai berikut:
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan: Sekret kental atau sekret
darah, Kelemahan, upaya batuk buruk. Edema trakeal/faringeal.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan: Berkurangnya keefektifan
permukaan paru, atelektasis, Kerusakan membran alveolar kapiler, Sekret yang
kental, Edema bronchial.
3. Resiko tinggi infeksi dan penyebaran infeksi berhubungan dengan: Daya tahan
tubuh menurun, fungsi silia menurun, sekret yang inenetap, Kerusakan jaringan
akibat infeksi yang menyebar, Malnutrisi, Terkontaminasi oleh lingkungan,
Kurang pengetahuan tentang infeksi kuman.
4. Perubahan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan:
Kelelahan, Batuk yang sering, adanya produksi sputum, Dispnea, Anoreksia,
Penurunan kemampuan finansial.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan
dengan: Tidak ada yang menerangkan, Interpretasi yang salah, Informasi yang
didapat tidak lengkap/tidak akurat, Terbatasnya pengetahuan/kognitif
4. Rencana Keperawatan
Adapun rencana keperawatan yang ditetapkan berdasarkan diagnosis keperawatan yang
telah dirumuskan sebagai berikut:
1. Bersihan jalan napas tidak efektif
Tujuan: Mempertahankan jalan napas pasien. Mengeluarkan sekret tanpa bantuan.
Menunjukkan prilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas. Berpartisipasi dalam
program pengobatan sesuai kondisi. Mengidentifikasi potensial komplikasi dan
melakukan tindakan tepat.
Intervensi:
a. Kaji fungsi pernapasan: bunyi napas, kecepatan, imma, kedalaman dan penggunaan
otot aksesori.
Rasional: Penurunan bunyi napas indikasi atelektasis, ronki indikasi akumulasi
secret/ketidakmampuan membersihkan jalan napas sehingga otot aksesori digunakan dan
kerja pernapasan meningkat.
b. Catat kemampuan untuk mengeluarkan secret atau batuk efektif, catat karakter, jumlah
sputum, adanya hemoptisis.
Rasional: Pengeluaran sulit bila sekret tebal, sputum berdarah akibat kerusakan paru atau
luka bronchial yang memerlukan evaluasi/intervensi lanjut.
c. Berikan pasien posisi semi atau Fowler, Bantu/ajarkan batuk efektif dan latihan napas
dalam.
Rasional: Meningkatkan ekspansi paru, ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan
peningkatan gerakan sekret agar mudah dikeluarkan
d. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, suction bila perlu.
Rasional: Mencegah obstruksi/aspirasi. Suction dilakukan bila pasien tidak mampu
mengeluarkan sekret.
e. Pertahankan intake cairan minimal 2500 ml/hari kecuali kontraindikasi.
Rasional: Membantu mengencerkan secret sehingga mudah dikeluarkan
f. Lembabkan udara/oksigen inspirasi.
Rasional: Mencegah pengeringan membran mukosa.
g. Berikan obat: agen mukolitik, bronkodilator, kortikosteroid sesuai indikasi.
Rasional: Menurunkan kekentalan sekret, lingkaran ukuran lumen trakeabronkial,
berguna jika terjadi hipoksemia pada kavitas yang luas.
h. Bantu inkubasi darurat bila perlu.
Rasional: Diperlukan pada kasus jarang bronkogenik. dengan edema laring atau
perdarahan paru akut.
2. Gangguan pertukaran gas
Tujuan: Melaporkan tidak terjadi dispnea. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan
oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal. Bebas dari gejala
distress pernapasan.
Intervensi
a. Kaji dispnea, takipnea, bunyi pernapasan abnormal. Peningkatan upaya respirasi,
keterbatasan ekspansi dada dan kelemahan.
Rasional: Tuberkulosis paru dapat rnenyebabkan meluasnya jangkauan dalam paru-pani
yang berasal dari bronkopneumonia yang meluas menjadi inflamasi, nekrosis, pleural
effusion dan meluasnya fibrosis dengan gejala-gejala respirasi distress.
b. Evaluasi perubahan-tingkat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan perubahan warna
kulit, membran mukosa, dan warna kuku.
Rasional: Akumulasi secret dapat menggangp oksigenasi di organ vital dan jaringan.
c. Demonstrasikan/anjurkan untuk mengeluarkan napas dengan bibir disiutkan, terutama
pada pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim.
Rasional: Meningkatnya resistensi aliran udara untuk mencegah kolapsnya jalan napas.
d. Anjurkan untuk bedrest, batasi dan bantu aktivitas sesuai kebutuhan.
Rasional: Mengurangi konsumsi oksigen pada periode respirasi.
e. Monitor GDA.
Rasional: Menurunnya saturasi oksigen (PaO2) atau meningkatnya PaC02 menunjukkan
perlunya penanganan yang lebih. adekuat atau perubahan terapi.
f. Berikan oksigen sesuai indikasi.
Rasional: Membantu mengoreksi hipoksemia yang terjadi sekunder hipoventilasi dan
penurunan permukaan alveolar paru.
3. Resiko tinggi infeksi dan penyebaran infeksi
Tujuan: Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko penyebaran
infeksi. Menunjukkan/melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan
yang. aman.
Intervensi
a. Review patologi penyakit fase aktif/tidak aktif, penyebaran infeksi melalui bronkus
pada jaringan sekitarnya atau aliran darah atau sistem limfe dan resiko infeksi melalui
batuk, bersin, meludah, tertawa., ciuman atau menyanyi.
Rasional: Membantu pasien agar mau mengerti dan menerima terapi yang diberikan
untuk mencegah komplikasi.
b. Identifikasi orang-orang yang beresiko terkena infeksi seperti anggota keluarga, teman,
orang dalam satu perkumpulan.
Rasional: Orang-orang yang beresiko perlu program terapi obat untuk mencegah
penyebaran infeksi.
c. Anjurkan pasien menutup mulut dan membuang dahak di tempat penampungan yang
tertutup jika batuk.
Rasional: Kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya penularan infeksi.
d. Gunakan masker setiap melakukan tindakan.
Rasional: Mengurangi risilio penyebaran infeksi.
e. Monitor temperatur.
Rasional: Febris merupakan indikasi terjadinya infeksi.
f. Identifikasi individu yang berisiko tinggi untuk terinfeksi ulang Tuberkulosis paru,
seperti: alkoholisme, malnutrisi, operasi bypass intestinal, menggunakan obat penekan
imun/ kortikosteroid, adanya diabetes melitus, kanker.
Rasional: Pengetahuan tentang faktor-faktor ini membantu pasien untuk mengubah gaya
hidup dan menghindari/mengurangi keadaan yang lebih buruk.
g. Tekankan untuk tidak menghentikan terapi yang dijalani.
Rasional: Periode menular dapat terjadi hanya 2-3 hari setelah permulaan kemoterapi jika
sudah terjadi kavitas, resiko, penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.
h. Pemberian terapi INH, etambutol, Rifampisin.
Rasional: INH adalah obat pilihan bagi penyakit Tuberkulosis primer dikombinasikan
dengan obat-obat lainnya. Pengobatan jangka pendek INH dan Rifampisin selama 9 bulan
dan Etambutol untuk 2 bulan pertama.
i. Pemberian terapi Pyrazinamid (PZA)/Aldinamide, para-amino salisik (PAS), sikloserin,
streptomisin.
Rasional: Obat-obat sekunder diberikan jika obat-obat primer sudah resisten.
j. Monitor sputum BTA
Rasional: Untuk mengawasi keefektifan obat dan efeknya serta respon pasien terhadap
terapi.
4. Perubahan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
Tujuan: Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai laboratoriurn
normal dan bebas tanda malnutrisi. Melakukan perubahan pola hidup untuk
meningkatkan dan mempertahankan berat badan yang tepat.
Intervensi:
a. Catat status nutrisi paasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas mukosa mulut,
kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat mual/rnuntah atau diare.
Rasional: berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan intervensi yang tepat.
b. Kaji pola diet pasien yang disukai/tidak disukai.
Rasional: Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake diet
pasien.
c. Monitor intake dan output secara periodik.
Rasional: Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan.
d. Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada hubungannya dengan
medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi Buang Air Besar (BAB).
Rasional: Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah untuk
meningkatkan intake nutrisi.
e. Anjurkan bedrest.
Rasional: Membantu menghemat energi khusus saat demam terjadi peningkatan
metabolik.
f. Lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernapasan.
Rasional: Mengurangi rasa tidak enak dari sputum atau obat-obat yang digunakan yang
dapat merangsang muntah.
g. Anjurkan makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat.
Rasional: Memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan iritasi gaster.
h. Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan komposisi diet.
Rasional: Memberikan bantuan dalarn perencaaan diet dengan nutrisi adekuat unruk
kebutuhan metabolik dan diet.
i. Konsul dengan tim medis untuk jadwal pengobatan 1-2 jam sebelum/setelah makan.
Rasional: Membantu menurunkan insiden mual dan muntah karena efek samping obat.
j. Awasi pemeriksaan laboratorium. (BUN, protein serum, dan albumin).
Rasional: Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan perubahan program terapi.
k. Berikan antipiretik tepat.
Rasional: Demam meningkatkan kebutuhan metabolik dan konsurnsi kalori.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan.
Tujuan: Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan.
Melakukan perubahan prilaku dan pola hidup unruk memperbaiki kesehatan umurn dan
menurunkan resiko pengaktifan ulang luberkulosis paru. Mengidentifikasi gejala yang
mernerlukan evaluasi/intervensi. Menerima perawatan kesehatan adekuat.
Intervensi
a. Kaji kemampuan belajar pasien misalnya: tingkat kecemasan, perhatian, kelelahan,
tingkat partisipasi, lingkungan belajar, tingkat pengetahuan, media, orang dipercaya.
Rasional: Kemampuan belajar berkaitan dengan keadaan emosi dan kesiapan fisik.
Keberhasilan tergantung pada kemarnpuan pasien.
b. Identifikasi tanda-tanda yang dapat dilaporkan pada dokter misalnya: hemoptisis, nyeri
dada, demam, kesulitan bernafas, kehilangan pendengaran, vertigo.
Rasional: Indikasi perkembangan penyakit atau efek samping obat yang membutuhkan
evaluasi secepatnya.
c. Tekankan pentingnya asupan diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) dan intake
cairan yang adekuat.
Rasional: Mencukupi kebutuhan metabolik, mengurangi kelelahan, intake cairan
membantu mengencerkan dahak.
d. Berikan Informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan misalnya: jadwal minum obat.
Rasional: Informasi tertulis dapat membantu mengingatkan pasien.
e. jelaskan penatalaksanaan obat: dosis, frekuensi, tindakan dan perlunya terapi dalam
jangka waktu lama. Ulangi penyuluhan tentang interaksi obat Tuberkulosis dengan obat
lain.
Rasional: Meningkatkan partisipasi pasien mematuhi aturan terapi dan mencegah putus
obat.
f. jelaskan tentang efek samping obat: mulut kering, konstipasi, gangguan penglihatan,
sakit kepala, peningkatan tekanan darah
Rasional: Mencegah keraguan terhadap pengobatan sehingga mampu menjalani terapi.
g. Anjurkan pasien untuk tidak minurn alkohol jika sedang terapi INH.
Rasional: Kebiasaan minurn alkohol berkaitan dengan terjadinya hepatitis
h. Rujuk perneriksaan mata saat mulai dan menjalani terapi etambutol.
Rasional: Efek samping etambutol: menurunkan visus, kurang mampu melihat warna
hijau.
i. Dorong pasien dan keluarga untuk mengungkapkan kecemasan. Jangan menyangkal.
Rasional: Menurunkan kecemasan. Penyangkalan dapat memperburuk mekanisme
koping.
j. Berikan gambaran tentang pekerjaan yang berisiko terhadap penyakitnya misalnya:
bekerja di pengecoran logam, pertambangan, pengecatan.
Rasional: Debu silikon beresiko keracunan silikon yang mengganggu fungsi
paru/bronkus.
k. Anjurkan untuk berhenti merokok.
Rasional: Merokok tidak menstimulasi kambuhnya Tuberkulosis; tapi gangguan
pernapasan/ bronchitis.
l. Review tentang cara penularan Tuberkulosis dan resiko kambuh lagi.
Rasional: Pengetahuan yang cukup dapat mengurangi resiko penularan/ kambuh kembali.
Komplikasi Tuberkulosis: formasi abses, empisema, pneumotorak, fibrosis, efusi pleura,
empierna, bronkiektasis, hernoptisis, u1serasi Gastro, Instestinal (GD, fistula
bronkopleural, Tuberkulosis laring, dan penularan kuman.
5. Evaluasi
a. Keefektifan bersihan jalan napas.
b. Fungsi pernapasan adekuat untuk mernenuhi kebutuhan individu.
c. Perilaku/pola hidup berubah untuk mencegah penyebaran infeksi.
d. Kebutuhan nutrisi adekuat, berat badan meningkat dan tidak terjadi malnutrisi.
e. Pemahaman tentang proses penyakit/prognosis dan program pengobatan dan perubahan
perilaku untuk memperbaiki kesehatan.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright (c) 2010 askep. Design by WPThemes Expert

Themes By Buy My Themes and Direct Line Insurance.